BAB I
Pendahuluan
Segalah puji hanya milik Allah semata yang telah memberikan kepada kita
beribu-ribu kenikmatan sehingga pada kesempatan kali ini kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Darah Pada Wanita. Shalawat serta
salam tidak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad
yang telah mengangkat derajat wanita yang dahulu dihinakan.
Berbicara tentang wanita maka tidak akan luput dari tiga macam darah yang dialami mereka yaitu darah haid,
nifas, dan istihadhoh. Bagi para
wanita yang mempunyai kebiasaan waktu haid dan dapat membedakan ketiga sifat
darah tersebut maka tidak ada masalah, tapi terkadang ada diantara wanita yang
tidak mempunyai kebiasaan waktu haidh dan bahkan tidak bisa membedakan
sifat dari ketiga darah tersebut, maka hal ini yang dapat membingungkan bagi
para wanita.
Darah haidh adalah darah yang keluar
dari vagina seorang wanita ketika mencapai usia baligh, darah nifas adalah darah yang keluar dengan sebab melahirkan, dan darah
istihadhoh adalah darah yang keluar
bukan karna sebab haid ataupun sebab melahirkan tetapi darah istihadhoh yang keluar dari
vagina di sebabkan penyakit.
Darah istihadhoh adalah darah yang sangat sulit bagi wanita yang tidak
bisa membedakannya dengan darah haidh
atau darah nifas. Maka pada kesempatan kali ini
kami dapat membahasa tiga darah wanita dalam makalah ini.
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian Haidh,
Istihadhoh dan Nifas
1.
Perngertian Haidh
Kata haidh
menurut bahasa artinya adalah mengalir. Oleh sebab itu, apabila terjadi banjir
pada suatu lembah, maka orang arab menyebutnya sebagai haadha al-waadi.
Secara
terminology haidh ialah darah yang keluar dari diri seorang wanita
ketika sudah baligh pada masa tertentu.[1]
Adapun haidh merupakan darah tabi’at seorang wanita bukan darah segar
atau darah yang keluar dikarenakan suatu sebab, sebagaimana sabda Nabi Shallahu
‘Alaihi Wasallam kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha :
إِنَّ
هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ
“Sesengguhnya
perkara ini telah di takdirkan atas anak-anak perempuan Adam”.[2]
Menurut
istilah syara’, haidh ialah darah yang keluar dari ujung rahim wanita ketika dia dalam keadaan sehat, bukan semasa
melahirkan bayi atau semasa sakit, dan darah darah tersebut keluar pada masa
tertentu.
2.
Pengertian Istihadhah
Definisi istihadhoh
ialah darah yang mengalir bukan pada waktu biasa (selain masa haidh)
disebabkan sakit di bagian pangkal (dekat) rahim. Pendarahan ini disebut al-‘aadzil.
Darah tersebut bukan darah haidh, berdasarkan hadits Nabi Shallahu ‘Alaihi
Wasallam :
إنَّمَا
ذَالِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ
3.
Pengertian
Nifas
Darah Nifas
ialah darah yang keluar bersama dengan lahirnya bayi atau sesudahnya.[4]
B.
Mulai dan waktu terjadinya
Darah Haidh,
Nifas, dan Istihadhoh.
- Haidh
Wanita mengalami
haidh pertama kali saat dia memasuki usia baligh yaitu ketika lebih kurang
sembilan tahun qamariyah. Jika seorang wanita mendapati darah (yang
keluar dari kemaluannya) sebelum umur sembilan tahun maka itu bukanlah darah haidh
melainkan darah penyakit. [5]
Ad- Darimi berpendapat bahwa kapan saja seorang wanita
mendapati dirinya haidh, maka dia haidh meski saat itu umurnya
kurang dari sembilan tahun. Dan pendapat inilah yang di pegang oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah.[6]
Madzhab Maliki berpendapat hendaklah wanita yang berusia
7-13 tahun ditanya. Maksud perkataan “ di tanya” di sini adalah menanyakan
apakah ada darah yang keluar dari kemaluannya yaitu darah haidh.
Sedangkan waktu terjadinya putus haidh atau
menopause para ulama madzhab berbeda pendapat:
a.
Madzhab Hanafi berpendapat umur putus haidh adalah 55 tahun, namun
jika setelah umur itu dia melihat ada darah hitam atau merah pekat maka darah
tersebut di anggap darah haidh.
b.
Madzhab Maliki, “umur putus haidh adalah 70 tahun”.
c.
Madzhab Hanbali menetapkan umur putus haidh adalah 52 tahun.
d.
Madzhab Syafi’i berpendapat tidak ada batasan bagi umur putus haidh. Selama
darah haidh itu masih keluar maka selama itu pula dia mengalami haidh. Namun di
lihat dari kebiasaan, umur putus haidh adalah 62 tahun.[7]
- Nifas.[8]
Darah nifas keluar dari
rahim dengan sebab melahirkan baik itu terjadi bersamaan kelahiran, sebelumnya
ataupun setelahnya. Namun para ulama dalam hal ini pun berbeda pendapat:
a.
Menurut Hanafi dan Syafi’i, jika darah tersebut keluarbersamaan ketika
waktu melahirkan maka itu adalah darah penyakit atau istihadhoh, dan di
wajibkan untuknya mendirikan shalat.
b.
Menurut Maliki darah yang keluar sebelum kelahiran adalah di hukumi sebagai
darah haidh.
c.
Menurut Hanabillah, “Darah yang keluar 2 atau 3 hari sebelum kelahiran
dengan di sertai tanda-tanda ingin melahirkan dan darah yang keluar bersamaan
saat melahirkan di hukumi sebagai darah nifas.
- Istihadhoh
Darah ini keluar pada waktu di luar waktu haidh[9]
dan nifas terjadi.
C.
Sifat dan Warna
Darah Haid, Nifas dan Darah Istihadhoh.
Salah satu cara untuk membedakan
antara darah haidh, nifas dan istihadhoh
yaitu melalui sifat dan warna darah berikut adalah rincian warna dan sifat
darah masing-masing:
1.
Warna darah Haidh,Nifas dan Istihadhoh.
Menurut Hanafiyah warna darah haid dan nifas adalah : merah, keruh, hijau (semacam keruh), coklat tanah, kuning, hitam, sedangkan
menurut Malikiyah adalah merah, kuning,
dan keruh, menurut Syafi’iyah yaitu hitam, kuning, merah, keruh, coklat dan menurut
Hanabilah yaitu hitam,
merah,dan keruh[10]. Warna darah
istihadhoh adalah merah segar[11]
2.
Sifat darah
Haidh, Nifas dan Istihadhoh.
Sedangkan sifat darah haidh dan nifas adalah cairannya kental, baunya busuk[12],
cairan tidak membeku ketika keluar, dan sifat darah istihadhoh adalah cairannya
encer, tidak berbau busuk, membeku ketika keluar[13]
D.
Batas minimal
maksimal Haidh dan Suci.
1. Batas minimal dan maksimal haidh
Para ulama berbeda pendapat mengenai batas minimal wanita
haidh diantaranya adalah:
a.
Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa batas minimal haidh adalah tiga hari tiga malam. Jika darah
keluar kurang dari itu maka bukanlah darah haidh tetapi darah istihadhoh.
b.
Ulama madzhab Maliki
berpendapat bahwa tidak ada batasan minimal haidh apabila dinisbatkan kepada hukum-hukum
ibadah. Haidh sekurang-kurangnya adalah satu
tetes.
c.
Ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali
berpendapat, bahwa masa haidh
sekurang-kurangnya adalah satu hari satu malam[14]
yaitu dua puluh empat jam dan darah tersebut keluar terus-menerus, yaitu jika
diletakkan kapas, maka kapas tersebut akan kotor dengan darah
Adapun menurut kebiasaan adalah enam
sampai tujuh hari. Berdasarkan hadits Nabi kepada Himmah binti Jahsh semasa beliau ditanya,
“Engkau berada dalam keadaan haid menurut ilmu
Allah SWT, selama enam sampai tujuh
hari. Kemudian hendaklah engkau mandi dan sholat selama dua puluh empat hari, dan malamnya adalah dua puluh tiga hari, dan itu sedah cukup bagimu.”( HR Abu Daud an-Nasa’I, Ahmad,at-Tirmidzi,dan
menghukumi shohih)
Batas maksimal haidh menurut
kebiasaan adalah lima belas hari. Pendapat yang
paling kuat adalah bahwa wanita tidak mempunyai batas minimal dan maksimal haidh karena wanita
tidak memiliki kebiasaan haidh yang sama
2.
Batas minimal
suci.
a.
Jumhur ulama
selain Hanbali berpendapat bahwa masa suci paling minimal yang memisahkan dua haid
adalah lima belas hari . Tidak ada
batasan maksimal bagi wanita
haidh, karna dia dapat berterusan selama setahun
maupun dua tahun, karena ada dikalangan wanita yang tidak didatangi
haidh selama setahun
penuh.
b.
Menurut ulama Hanbali,masa suci antara dua haid
sekurang-kurangnya adalah tiga belas hari.
Menurut kesepakatan seluruh ahli
fiqh, tidak ada batasan maksimal untuk masa suci.
E.
Masa minimal
dan maksimal Nifas.
a.
Menurut
pendapat ulama madzhab Syafi’i, masa suci sekurang-kurangnya satu
detik atau sekali keluar. Menurut Imam yang lain
tidak ada batasan minimal bagi masa nifas, sebab tidak ada dalil yang
menerangkan secara terperinci, oleh karena itu, harus dikembalikan kepada yang sebenarnya. Karena wanita biasanya
tidak mengeluarkan darah ketika selesai melahirkan. Dan menurut ulama madzhab Syafi’i masa nifas kebiasannya adalah empat
puluh hari. Masa nifas yang paling lama adalah empat puluh sampai enam puluh
hari, dasar dari penelitian kebiasaan para wanita disekitarnya.
b.
Menurut ulama
Hanafi dan Hanbali masa nifas yang paling lama adalah
enam puluh hari. Darah yang melebihi dari masa tersebut adalah darah istihadhoh.[15]
F.
Cara Menentukan
Istihadhoh
Jika seorang wanita sudah bisa
membedakan antara istihadhah dan darah haidh atau istihadhoh
keluar bukan pada masa haidh dan nifas ini dan dapat mengetahui
darah haidh dan nifas tidak bermasalah dikalangan para wanita,
akan tetapi ada diantara para wanita yang lupa dengan kebiasaan haidhnya maka
para wanita tidak luput dari kondisi berikut ini:
1.
Wanita
tersebut memiliki kebiasaan haidh yang jelas
dan tahu masa haidhnya. Maka, ia
harus menunggu masa kebiasaan haidhnya berakhir
lalu mandi dan sholat. Apabila
masih ada darah yang keluar maka
termasuk istihadhoh dan bukan darah haidh.
2.
Wanita
tersebut tidak mengetahui masa haidhnya, tapi
dapat membedakan antara darah haidh dan istihadhoh. Selama dia
melihat darah yang keluar adalah darah haidh maka dia harus meniggalkan sholat . Namun jika darahnya sudah berubah dia harus
mandi dan mengerjakan sholat.
3.
Wanita
tersebut baru mengalami haidh pertama
kalinya dan langsung mengalami istihadhoh sehingga tidak mampu
membedakan darah haidh. Maka dalam
kasus seperti ini wanita tersebut mengikuti kebiasaan wanita lainnya yaitu selama enam sampai
tujuh hari. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa Rasulullah Saw berkata kepada Hamnah binti Jahsy
“ itu
hanyalah gerakan setan, maka bertahanlah dalam keadaan haidh selama enam sampai tujuh hari dalam
pengetahuan Allah, kemudian mandilah,. Setelah engkau merasa suci dan bersih,
maka sholatlah dua puluh empat sampai dua puluh tiga hari dabn berpuasalah.
Sesungguhnya,itu cukup bagimu lakukanlah seperti itu setiap bulan yakni engkau
dan suci seperti kebiasaan masa haid dan suci
wanita pada umumnya. (HR. Abu daud asy –syafi’i, Ibnu majah da Tirmidzi )
4.
wanita
tersebut lupa dengan kebiasaan haidhnya, baik
batas masa maupun waktu kedatangannya, dan tidak mampu membedakannya dengan darah istihadhoh. Para ulama memiliki beberapa pendapat tentang wanita
seperti ini. Pendapat yang lebih kuat adalah hukum wanita tersebut disamakan
dengan hukum wanita pemula dan tidak mampu membedakan darah haid dan darah istihadhoh.[16]
BAB III
Penutup
Allhamdulillah pada kesempatan kali ini kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tiga darah bagi wanita, dan kami akan
menyimpulkan darah makalah kami :
1.
Darah haidh adalah adalah darah yang keluar dari vagina
seorang wanita ketika mencapai usia baliqtanpa sebab, darah nifas adalah darah
yang keluar dari vagina seorang wanita disebakan usai dari melahirkan sedangkan
darah istihadhoh darah yang keluar dari vagina seorang wanita disebabkan
oleh penyakit.
2.
Sesuai dengan
Pendapat yang paling kuat diantara para ulama masa minimal maksimal haid dan
nifas adalah tidak mempunyai waktu tertentu karna semua wanita mempunyai
kebiasaan yang berbeda-beda
3.
Darah haid dan
nifas mempuyai sifat yang mudah dikenali dari warnanya yang hitam dan merah
kehitaman dan memiliki bau yang sangat
busuk sedangkan darah istihadhoh mempuyai warna yang sangat merah pink
dan tidak memiliki bau yang busuk.
Awal mulai
haidh
|
Imam hanafih
|
Imam Malikih
|
Imam Syafi’i
|
Imam Hanbali
|
Ad-Damiri
|
Ibnu
Taimiyah
|
|
|
|
Anak
perempuan berusia 7-13 tahun
|
|
|
Kapan saja
menapati haid walaupun belum
mencapai 9 tahun
|
Sependapat dengan ad-Damiri
|
|
Waktu
terakhirnya haid
|
Pada usia 55
tahun
|
Pada usia 70
tahun
|
Tidak ada
batasan bagi umur putus haid
|
Pada usia 52
tahun
|
|
|
|
Warna darah
haid
|
merah, keruh, hijau, coklat tanah, kuning, hitam
|
merah, kuning, dan keruh
|
hitam, kuning, merah, keruh, coklat
|
hitam, merah, keruh
|
|
|
|
batas
minimal haid
|
tiga hari
tiga malam
|
sekurang-kurangnya adalah satu tetes
|
Satu hari 24
jam dengan terus-menerus
|
Satu hari 24
jam dengan terus-menerus
|
|
|
|
Batas
minimal suci
|
15 hari
|
15 hari
|
15 hari
|
13 hari
|
|
|
|
Batas
maksimal suci
|
|
|
30 an 40
hari
|
|
|
|
|
Batas
mimimal nifas
|
Tidak ada
batas minimal
|
Tidak ada batas minimal
|
Satu detik
sekali keluar
|
Tidak ada
batas minimal
|
|
|
|
Batas
maksimal nifas
|
60 hari
|
|
40 samapai
60 hari
|
60 hari
|
|
|
|
Referensi
1.
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘Ala
Madzahibil Arba’ah, (Mesir : Darut Taqwa),
2.
Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazi, Tamamul
Minah, ( Iskandariyah: Darul Aqidah. 2009
3.
Prof.DR, Wahba az-Zuhaili, Fiqh islam wa
Adaillatuhu (darul fikir)
4.
Abu Malik kamal bin sayyid salim, Fiqh
sunnah untuk wanita (ali’tishom)
5.
Abu ubadah bin Muhammad al jamal, shohih
fiqh wanita (insan kamil)
6.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jilid.1.
7.
Syekh alalim al-Fahil salim bin samiri
al-Hadrami , Mantu Safinatin Najah ( darul manhaji)
8.
Syamsudin Muhammad bin Abi Abbas Ahmad bin
Hamzah Syihabuddin ar-Romli, Nihayatul Muhtaj Syarhul Minhaj, (Maktabah Syamilah)
9.
Ibnu Qudamah, Al- Mughni, jilid.l.
10. Imam Musa bin
Ahmad bin Musa Salim Al-Mujawi, As-Syarh Al-Mumthi’(jannatul afkar)
_Î___nþû_J___dþûþ_þ¶–_J_L¢Â¦þ€_€þ_¦Â¢_Nþ²_Nþ²¢Â_____ÿ_N_¨_8_l@+_99@:___430+'!__________2,+_032__10_*)__0Fv/7__?<?</</<_ý<_ý_ý_............_..10_Ih¹_0_9Iha°@RX8_7¹_9ÿÀ8Y_&'&'&_____________#_!7&'&'______76'&'&767!7#"'&'!7!______N/9Š¤z__”ç.–__ !ë”Q'ýT__J$B>@F§¢____ï#±___W Οz</_®__®_/@_C____0__233;Un#$’O2
[2]. Imam Musa bin Ahmad bin Musa Salim
Al-Mujawi, As-Syarh Al-Mumthi’, Juz 1, Hal. 235. Jannatul Afkar.
[4]. Abdur Rahman Al-jazairi, Kitabul Fiqhi ‘Ala
madzahibul Arba’ah, Hal. 72, Daar Kutub Al-‘Ilmiyah
[5]. Prof . DR. Wahbah Az-
Zuhaili, fiqh Islam wa Adillatuhu jilid I, hal. 509.
[6]. Abu Malik Kamal bin
as-Sayyid Salim, Shahih Fiqh Wanita, hal. 34.
[10] Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqhu
‘Ala Madzahibil Arba’ah, (Mesir : Darut Taqwa), jilid. 1, hal. 101-103.
[11] Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf
al-Azazi, Tamamul Minah, ( Iskandariyah: Darul Aqidah. 2009), jilid. 1, hal. 142.
[12]. Syamsudin Muhammad bin Abi Abbas Ahmad bin
Hamzah Syihabuddin ar-Romli, Nihayatul Muhtaj Syarhul Minhaj, Maktabah
Syamilah, jil. 3, hal. 138.
[13]. Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazi,
Tamamul Minah, ( Iskandariyah: Darul Aqidah. 2009), jilid. 1, hal. 142.
[14]. Syekh alalim al-Fahil salim bin samiri
al-Hadrami , Mantu Safinatin Najah ( darul manhaji) hal. 29.
[15]. Prof.DR, Wahba az-Zuhaili, Fiqh
islam wa Adaillatuhu (darul fikir) jilid. 1.hal. 511-516.
[16]. Abu Malik kamal bin
sayyid salim, Fiqh sunnah untuk wanita (ali’tishom) cetakan pertama hal. 91-92.
Abu ubadah bin Muhammad al
jamal, shahih fiqh wanita (insan kamil), hal. 57-58.
0 komentar:
Posting Komentar