“HUKUM JUAL BELI DROPSHIP DITINJAU BERDASARKAN PRAKTIK AKAD SALAM MENURUT PERSPEKTIF SYAR’I” (Studi Analisis).



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah

Jual beli adalah sebuah transaksi yang dilakukan melalui proses tukar-menukar barang dengan barang yang dimilikinya,[1] dengan cara-cara tertentu.[2] Dalam syari’at Islam jual beli adalah sebuah transaksi yang dibolehkan.[3] Seperti dalam firman Allah Ta’alaa yang menghalalkan jual beli.
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 227)

Khalid bin Abdullah al-Musyaiqih memaparkan bahwa dalam jual beli terdapat beberapa kaidah penting, diantaranya adalah tidak ada unsur kezhaliman, tidak mengandung unsur ketidakjelasan (gharar), tidak ada unsur riba, tidak mengandung judi, serta adanya sifat jujur dan amanah.[4]
Sebagaimana dalam firman Allah Ta’alaa,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’ [4]: 29)

Wahbah Az-Zuhaili dalam bukunya Tafsir Al-Munîr menjelaskan bahwasanya Allah Ta’alaa melarang kepada orang yang beriman memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. Kecuali diperbolehkan dengan jalan saling meridhoi.[5]  
Di zaman yang semakin modern, terdapat banyak model jual beli yang bersinggungan dengan penipuan maupun ketidakjujuran. Selain itu, banyak juga jual beli yang meragukan, sehingga kemungkinan bisa terjadi kerugian di antara salah seorang penjual atau pembeli, dikarenakan kurangnya komunikasi mengenai hal-hal yang terjadi dalam proses jual beli.[6]
Sehubungan dengan itu, perkembangan teknologi informatika membantu kemajuan dalam bidang perdagangan.[7] Seperti dalam jual beli dropship yang dilakukan melalui internet antara produsen, penjual dan konsumen.[8]
Adapun makna dari dropship adalah sebuah teknik pemasaran dimana penjual tidak perlu menyimpan stok barang, cukup dengan menyebarkan foto produk yang berasal dari produsen. Ketika penjual mendapatkan pesanan dari pembeli yang tertarik dengan foto barang, maka ia hanya menghubungi produsen lalu barang akan dikirimkan oleh produsen kepada pembeli atas nama penjual.[9]
Jual beli dropship menjadi dasar bisnis yang paling mudah dan populer.[10] Karena dalam transaksi jual beli dropship terdapat banyak sisi positif keuntungan, diantaranya sebagai berikut:
1.    Penjual mendapatkan keuntungan atau ongkos bayaran atas jasanya memasarkan barang milik produsen atau toko tertentu.
2.    Penjual tidak memerlukan modal besar.
3.    Penjual tidak perlu menyediakan kantor dan gudang barang, karena semua barang berada pada produsen.
4.    Tidak diperlukan pendidikan tinggi, cukup dengan cakap dan lihai menggunakan dunia maya atau internet.
5.    Penjual terbebas dari beban pengemasan dan pengantaran produk.
6.    Jual beli dropship dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun penjual berada.[11]
Satu hal yang perlu menjadi catatan tersendiri bahwa salah satu syarat jual beli adalah kepemilikan barang secara utuh.  Seseorang tidak boleh menjual barang yang tidak ia miliki.[12] Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah Shllallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعُ وَلاَ شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلاَ بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
“Tidak halal jual beli dengan syarat diberi hutang, serta dua syarat dalam jual beli serta menjual apa yang tidak kamu miliki.” (HR. an-Nasa’i dishahihkan oleh al-Bani)[13]

Hadits di atas menjelaskan bahwa tidak boleh menjual barang yang belum dimiiki dan belum menjadi kekuasaannya[14]. Namun, dalam sistem jual beli dropship bahwa syarat kepemilikan barang tidak ditemukan pada penjual. Oleh karena itu, sesuai dengan kaidah dasar jual beli menurut Khalid bin Abdullah al-Musyaiqih yang sudah dipaparkan di awal, maka dalam jual beli dropship terdapat unsur kezhaliman, mengandung unsur ketidakjelasan (gharar), serta tidak adanya sifat jujur dan amanah. Apabila transaksi dropship yang terjadi seperti gambaran di atas maka jelas bahwa jual beli dropship dilarang oleh syari’at.
Untuk itu, terdapat beberapa transaksi muamalah yang bisa dijadikan solusi bolehnya melakukan jual beli dropship, salah satunya adalah akad salam. Akad salam adalah penjualan sesuatu yang akan datang dengan imbalan sesuatu yang sekarang atau menjual sesuatu yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan.[15]
Apabila dilihat dari pengertian transaksi dropship dan akad salam terdapat sedikit kemiripan namun berbeda. Lalu, bagaimana cara untuk menjadikan akad salam sebuah barometer pada transaksi jual beli dropship yang sesuai dengan syari’at?.
Berangkat dari latar belakang di atas, maka penulis ingin membahas “HUKUM JUAL BELI DROPSHIP DITINJAU BERDASARKAN PRAKTIK AKAD SALAM MENURUT PERSPEKTIF SYAR’I” (Studi Analisis).

B.            Rumusan Masalah

Untuk mengkaji skripsi di atas maka penulis merumuskan dan membatasi permasalahan pada bagaimana hukum melakukan jual beli dropship ditinjau berdasarkan praktik akad salam menurut perspektif syar’i?

C.           Tujuan Penelitian

Adapun tujuan serta kegunaan penulisan ini adalah untuk mengetahui hukum jual beli dropship ditinjau berdasarkan praktik akad salam menurut perspektif syar’i.

D.           Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitiaan dalam skripsi ini sebagai berikut:
a.    Secara akademik, menjadi sumbangan karya ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan Islam.
b.    Secara praktis, untuk memberikan solusi dan pemecahan terhadap masalah yang ada kaitannya dengan topik penelitian.

E.            Kajian Pustaka

Sejauh ini menurut penulis, setelah melakukan penelitian dari berbagai literatur-literatur arab, belum didapatkan buku yang khusus membahas hukum jual beli dropship menurut perpektif syar’i. Pembahasan yang terkait dengan tema dropship didapatkan dari skripsi dan artikel. Berikut diantaranya:
1.    Juhrotul Khulwah dengan judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Dropship”.[16] Dalam skripsi ini memberikan kesimpulan bahwa, praktik transaksi jual beli dropship merupakan transaksi yang dibolehkan. Apabila barang yang diperjual belikan di miliki atau sudah mendapatkan ijin untuk diperjualbelikan serta tidak melanggar ketentuan yang sudah berlaku dalam hukum Islam. Akan tetapi menurut Juhrotul Khulwah, kebolehannya hanya ditinjau dari aspek adanya kemaslahatan yang terjadi di kalangan masyarakat.
2.    Putra Kalbuadi dengan judul skripsi “Jual Beli Online dengan Menggunakan Sistem Dropshipping Menurut Sudut Pandang Akad Jual Beli Islam (Studi Kasus Pada Forum KASKUS)[17]. Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan bahwa jual beli sistem dropshipping memiliki kesamaan dengan akad bai’ as-salam dan akad wakalah. Sistem jual beli dropshipping juga diperbolehkan karena telah memenuhi rukun dan syarat sah yang berlaku dalam hukum fikih. Namun, penulis tidak memberikan hujjah beserta referensi secara lengkap.
3.    Rudiana dan Achmad Otong Bustomi menulis artikel dengan judul “Transaksi Dropshiping Perspektif Ekonomi Syari’ah”.[18] Dalam tulisannya mereka mencantumkan konsep transaksi dropshipping mirip dengan bai’ as-salam. Perbedaannya adalah transaksi dropship tidak memiliki wilayah (kekuasaan) terhadap barang untuk dijual dan mengatasnamakan label pengiriman barang namun tidak melakukan pengiriman, yang seolah-olah dropship adalah pemilik serta pengirim barang yang sesungguhnya. Akan tetapi, mereka tidak menuliskan hukum beserta dalil yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Berangkat dari penjelasan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “HUKUM JUAL BELI DROPSHIP DITINJAU MELALUI PRAKTIK AKAD SALAM MENURUT PERSPEKTIF SYAR’I (Studi Analisis).” Kebaruan dari skripsi adalah menganilis pembahasan dengan menggunakan dalil yang jelas beserta hujjah yang kuat dilihat dari segala aspek.

F.            Metode Penelitian

Adapun jenis dan metode yang penulis gunakan adalah:
1.    Jenis Penelitian
Menurut jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) yaitu studi yang memfokuskan pembahasan pada pengumpulan data melalui tempat-tempat penyimpanan hasil penelitian, yaitu perpustakaan .[19]
2.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data yang digunakan adalah dengan jalan dokumentasi.[20] Yaitu mencari dan mengumpulkan sumber data yang diperoleh.[21]
Pada umumnya dokumen digunakan sebagai sumber data sekunder. Tetapi dalam penelitian tertentu, dokumen menjadi satu-satunya naskah sehingga dianggap sebagai sumber data utama maka, dokumen menduduki posisi sebagai sumber data primer.[22]
3.    Analisis Data 
Adapun metode yang digunakan untuk menganalisa data adalah dengan jalan content analysis, yaitu analisis secara langsung pada diskripsi isi pembahasan sumber data.[23]

G.           Sistematika Pembahasan

Untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas serta mempermudah dalam pembahasan secara menyeluruh, maka penulis membagi skripsi menjadi empat bab. Secara umum gambaran sistematikannya sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan. Bab ini sebagai sebuah pengantar dalam melakukan penelitian yang terdiri dari: A. Latar belakang masalah. B. Perumusan masalah. C. Tujuan penelitian. D. Kajian pustaka. E. Landasan teori. F. Metode penelitian. G. Sistematika pembahasan.
Bab kedua membahas tentang tinjauan umum tentang jual beli, tinjauan umum tentang dropship dan tinjauan umum tentang akad salam.
Bab ketiga ini merupakan obyek kajian dalam penelitian yang berisi tentang analisis mengenai hukum jual beli sistem dropship ditinjau melalui praktik akad salam menurut perspektif syar’i.
Bab keempat berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan pembahasan yang ada dan saran-saran dari penulis.


0 komentar:

Posting Komentar